Semarang (10/23) PusTagTok : Membangun Citra Positif Pustakawan dan Perpustakaan yang Relevan dalam Dunia Digital melalui Media Sosial Tiktok karya Laila Fitriatin Nur Khasanah. Juara 2 Esai Libfest.
Pada masa kini, di mana teknologi digital merajai hampir setiap aspek kehidupan kita, perpustakaan yang memiliki peran penting dalam masyarakat sebagai sumber daya intelektual dan budaya, dihadapkan pada tantangan yang baru dan mengubah paradigma. Perpustakaan tidak lagi hanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku, tetapi sebagai pusat informasi dan literasi yang beradaptasi dengan perubahan zaman. Banyak yang berpikir bahwa tanpa penggunaan teknologi informasi, perpustakaan sering dianggap sebagai institusi yang kurang modern, usang, maupun tertinggal (Malik, A., 2019). Untuk itu, perpustakaan harus aktif berpartisipasi dalam penggunaan teknologi informasi untuk menghubungkan diri mereka dengan generasi yang semakin terhubung dengan dunia digital.
Penggunaan teknologi informasi di perpustakaan telah meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perkembangan perpustakaan yang sebelumnya dianggap tidak menarik, tetapi kini telah mengalami perubahan menjadi lebih menawan dan memikat melalui upaya branding. Branding perpustakaan di era digital memiliki dampak besar terhadap citra perpustakaan tersebut di mata masyarakat. Branding adalah cara untuk meyakinkan masyarakat tentang pilihan yang tersedia, yang membedakan satu merek dari yang lain. Lembaga perlu melakukan branding untuk memotivasi, bersaing, dan mempengaruhi masyarakat (Sujatna, 2018). Citra merek, atau branding, memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan pelanggan dalam memilih. Media sosial dapat digunakan sebagai sarana digital untuk melakukan branding, baik secara personal maupun oleh institusi (Ferbita et al., 2020).
Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat yang memilih menggunakan media sosial berbentuk media sosialsharing network, salah satu contohnya adalah Tiktok. Menurut laporan dari We Are Social, pada bulan April 2023, pengguna TikTok di seluruh dunia diperkirakan mencapai 1,09 miliar orang. Dibandingkan pada tahun sebelumnya, pengguna TikTok di seluruh dunia bertambah 12,6%. Sebagian besar dari mereka, yaitu sekitar 38,5%, berusia antara 18 hingga 24 tahun. Indonesia sendiri menempati peringkat kedua pengguna Tiktok terbesar dengan jumlah pengguna sebanyak 113 juta (We Are Social Indonesia, 2023) Dari data tersebut dapat dijadikan kesempatan bagi perpustakaan untuk melakukan upaya inovatif dengan menggunakan platform media sosial Tiktok untuk menghadapi tantangan dalam dunia yang semakin digital.
Salah satu upaya inovatif dengan menggunakan media sosial Tiktok adalah dengan program “PusTagTok”. Program ini bukan hanya tentang mempromosikan perpustakaan, melainkan juga tentang memungkinkan pustakawan membangun citra personal yang kuat dalam dunia literasi modern. Dalam esai ini, akan membahas hal tersebut dengan beberapa contoh kegiatan dalam program ini dan bagaimana kegiatan-kegiatan tersebut membantu pustakawan membangun citra personal yang relevan, berpengetahuan, dan terhubung dengan audiens di era digital ini.
Dalam dunia digital dan media sosial menjadi hal yang semakin dominan, program seperti “PusTagTok” memberikan peluang unik bagi pustakawan untuk merancang citra personal yang kuat yang mendukung tujuan perpustakaan mereka. Salah satu aspek utama dari program ini adalah pendekatan kreatif dalam berkomunikasi dengan audiens. Melalui video pendek di TikTok, pustakawan dapat menyampaikan pesan literasi, merekomendasikan buku, dan berbagi pengetahuan mereka dengan cara yang menyenangkan dan menarik. Dengan melakukan ini, mereka menggambarkan diri sebagai individu yang kreatif, inovatif, dan terbuka terhadap perkembangan teknologi yang mendukung misi perpustakaan. Selain itu, program ini menciptakan kesempatan untuk membina koneksi yang kuat dengan audiens yang lebih muda, yang cenderung aktif di platform media sosial seperti TikTok. Pustakawan yang berpartisipasi aktif di sini menunjukkan pemahaman mereka terhadap minat dan preferensi generasi muda dalam hal literasi dan membaca. Ini adalah langkah penting dalam membangun citra yang relevan dan terkini.
Contoh kegiatan dalam program ini yang membantu pustakawan memperkuat branding personal mereka, yang pertama adalah #BookTalkChallenge. Dalam tantangan ini, pustakawan membuat video pendek di TikTok tentang buku favorit mereka. Sebagai contoh, seorang pustakawan memilih buku “To Kill a Mockingbird” karya Harper Lee. Dalam videonya, pustakawan tersebut berbicara dengan antusias tentang mengapa buku ini memiliki dampak yang mendalam pada dirinya. Dengan merinci karakter-karakter kunci, tema-tema penting, dan pesan moral yang dapat dipetik pembaca. Melalui presentasinya yang energik dan penuh gairah, hal ini dapat menunjukkan pengetahuan mendalamnya tentang literatur dan membuktikan bahwa dia adalah seorang pustakawan yang berkompeten dan berpengetahuan.
Yang Kedua, yaitu #LibraryTour. Dalam video lainnya, pustakawan dapat melakukan tur singkat melalui perpustakaan mereka. Mereka mengenalkan berbagai area perpustakaan, mulai dari bagian umum, anak-anak, hingga koleksi referensi. Contoh perpustakaan yang diambil sebagai ilustrasi adalah Perpustakaan Kota XYZ. Dalam tur singkat ini, pustakawan dapat memperlihatkan kenyamanan area baca, koleksi buku terbaru, dan ruang studi yang tersedia. Video ini tidak hanya mempromosikan fasilitas perpustakaan, tetapi juga mengundang penonton untuk mengunjungi perpustakaan dan mengeksplorasi sumber daya yang ada.
Yang Ketiga adalah #AskALibrarian. Sebagai bagian dari program, pustakawan mengadakan sesi tanya jawab langsung di live TikTok. Pustakawan dapat mengundang dan mengajak penonton untuk mengirimkan pertanyaan tentang perpustakaan, literasi, atau dunia buku. Dalam salah satu sesi ini, misalnya terdapat seorang pustakawan menerima pertanyaan tentang bagaimana memulai kelompok buku di komunitas mereka. Dalam video berikutnya, pustakawan tersebut dapat memberikan panduan langkah demi langkah tentang cara mengorganisir kelompok buku dan membagikan pengalaman pribadinya dalam menjalankan kelompok buku di perpustakaan lokalnya. Melalui sesi ini, perpustakaan dapat menciptakan hubungan yang lebih dalam dengan penonton dan menunjukkan bahwa pustakawan adalah sumber daya yang dapat diandalkan untuk bantuan dan panduan literasi.
Yang Keempat #ReadingTips: Memberikan Panduan Membaca yang Menarik. Kegiatan ini memberi pustakawan peluang untuk memberikan saran-saran praktis tentang membaca dengan cara yang menarik. Dalam video singkat, pustakawan dapat berbagi tips tentang cara memilih buku yang sesuai, teknik membaca cepat, menciptakan lingkungan membaca yang nyaman, pentingnya anotasi, atau bahkan merekomendasikan buku favorit mereka. Melalui kegiatan ini, pustakawan menciptakan citra sebagai sumber daya literasi yang berpengetahuan, peduli dengan pembaca, dan dapat membantu audiens meningkatkan pengalaman membaca mereka.
Yang Kelima, #LiteracyChallenges. Kegiatan ini merangkul pustakawan untuk merancang tantangan literasi yang kreatif, seperti membaca sejumlah buku dalam periode waktu tertentu atau mengeksplorasi genre buku yang berbeda. Pustakawan dapat mengadakan video pendek yang memperkenalkan setiap tantangan, memberikan saran singkat tentang buku yang terlibat, dan mendorong audiens untuk berpartisipasi. Selama tantangan, pustakawan dapat berbagi pembaruan tentang buku yang mereka baca dan mendorong audiens untuk berbagi pengalaman membaca mereka sendiri. Ini tidak hanya merangsang minat membaca tetapi juga memperkuat citra pustakawan sebagai penyemangat literasi yang aktif dan terlibat.
Yang Keenam, #LibraryTrivia, merupakan cara yang efektif untuk memperkenalkan penonton kepada informasi menarik tentang perpustakaan, buku, atau penulis. Dalam video singkat, pustakawan dapat membagikan fakta unik, sejarah perpustakaan, atau kutipan inspiratif dari penulis terkenal. Mereka juga dapat mengadakan kuis trivia yang melibatkan penonton, mengajukan pertanyaan yang menarik dan meminta penonton untuk menjawab di komentar. Ini membuka kesempatan untuk interaksi yang berarti antara pustakawan dan audiens, yang dapat menciptakan kesadaran lebih dalam tentang perpustakaan dan dapat menjembatani kesenjangan antara pengetahuan umum dan kekayaan informasi yang tersedia di perpustakaan, sambil mempertahankan citra yang relevan dalam dunia literasi digital.
Yang Ketujuh, #BookRecommendations. Kegiatan ini dapat memfasilitasi pustakawan untuk memberikan rekomendasi buku kepada penonton mereka. Dalam video-video singkat ini, pustakawan memilih buku-buku yang beragam berdasarkan genre, tema, atau minat khusus. Pustakawan dapat menjelaskan dengan singkat alasan mengapa mereka merekomendasikan buku-buku tersebut dan bagaimana buku-buku tersebut dapat memengaruhi atau menghibur pembaca. Dengan memberikan rekomendasi, pustakawan memainkan peran aktif dalam membantu penonton menemukan buku-buku yang relevan dengan minat mereka, yang pada gilirannya memperkuat citra mereka sebagai sumber daya literasi yang berpengetahuan, berkepribadian, dan berhubungan dengan audiens dengan cara yang positif. #BookRecommendations memfasilitasi dialog antara pustakawan dan audiens tentang literatur dan membaca, membantu memupuk minat dalam literasi, dan memberikan panduan berharga dalam pemilihan buku.
Yang Kedelapan, #Storytime. Kegiatan ini memungkinkan pustakawan untuk membaca cerita anak-anak secara langsung melalui live video di Tiktok. Ini adalah cara yang luar biasa untuk menjangkau generasi muda, menginspirasi minat membaca sejak dini, dan membangun hubungan positif antara perpustakaan dan anak-anak. Dalam video ini, pustakawan dapat memilih buku-buku anak yang menarik dan membacakan cerita dengan ekspresi dan intonasi yang memikat. Hal ini akan menciptakan pengalaman yang mendalam dan interaktif bagi penonton yang mungkin tidak memiliki akses ke perpustakaan fisik atau acara cerita. Selain itu, #Storytime membantu memperkuat citra pustakawan sebagai pendongeng berbakat dan penyedia layanan literasi yang peduli dengan pembaca muda. Dengan membawa cerita ke platform digital, pustakawan memastikan bahwa pesona membaca dan cerita tetap hidup dalam era digital.
Melalui kegiatan-kegiatan di atas, pustakawan dapat memanfaatkan TikTok sebagai alat untuk membangun branding atau citra personal yang kuat. Mereka menunjukkan pengetahuan, kreativitas, keterlibatan, dan kepribadian mereka yang unik, yang semuanya membantu menciptakan citra pustakawan yang relevan dan berharga dalam dunia literasi modern. Namun, tetap harus dipastikan untuk menggunakan hashtag yang relevan dan tetap mencoba kolaborasi dengan pustakawan lain jika mungkin untuk memperluas jangkauan konten.
Dapat disimpulkan bahwa dalam era digital yang didominasi oleh teknologi, mengharuskan perpustakaan untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman, dan penggunaan teknologi informasi menjadi kunci untuk mempertahankan relevansi mereka. Dalam konteks ini, branding perpustakaan di dunia digital memiliki dampak besar terhadap citra mereka di mata masyarakat. Program “PusTagTok” adalah contoh inovatif dalam membangun citra personal pustakawan dan perpustakaan di era digital. Melalui berbagai kegiatan seperti #BookTalkChallenge, #LibraryTour, #AskALibrarian, #ReadingTips, #LiteracyChallenges, #LibraryTrivia, #BookRecommendations, dan #Storytime, pustakawan mampu merancang citra yang kuat dan relevan. Mereka tidak hanya mempromosikan perpustakaan, tetapi juga menyampaikan pengetahuan literasi, merekomendasikan buku, dan berinteraksi dengan audiens secara kreatif di platform TikTok. Setiap kegiatan dalam program ini membantu pustakawan membangun citra sebagai individu yang berpengetahuan, peduli, dan terhubung dengan audiens yang semakin terhubung dengan dunia digital. Ini juga membantu menciptakan hubungan yang lebih dalam antara perpustakaan dan masyarakat, serta memupuk minat dalam literasi dan membaca. Dengan demikian, “PusTagTok” adalah langkah penting dalam memastikan bahwa perpustakaan tetap relevan dan memiliki citra yang baik dalam era digital yang terus berkembang.