Rangkaian Summer Course 2022 yang diselenggarakan secara online oleh Program Studi Ilmu Perpustakaan FIB Undip, dari 22 Agustus hingga 28 Agustus 2022, telah memasuki hari kedua di mana para peserta hadir dengan antusiasme yang tinggi. Peserta kegiatan tersebut berasal dari berbagai negara antara lain, malaysia, pakistan, turki, nigeria, dan indonesia.

Pada summer course tahun ini mengangkat tema “Cultural Documentation: Preserving the Indigenous Knowledge Traces, Building the Future Civilization”. Di hari kedua ini membahas materi menarik terkait dengan Reveal in the Indigenous Knowledge Inside the Javanese Manuscript atau mengungkapkan kearifan lokal pada naskah jawa oleh tiga pembicara yakni oleh Bapak Kusnandar, S.Sos., M.Si. (Ph.D. Candidate-Leiden University), Ibu Rizki Nurislaminingsih, M.A. (Universitas Padjadjaran) dan Bapak Totok Yasmiran, S.S. (Museum Radya Pustaka). 

Sesi pertama pada hari kedua, pemateri dibawakan oleh Bapak Kusnandar, S.Sos., M.Si. Selaku dosen Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran. beliau memiliki pengalaman mengajar kursus dokumentasi budaya. Bapak Kusnandar memberikan pengantar terkait kearifan lokal, apa itu naskah kuno dan bahwasanya naskah kuno sebagai pengetahuan adat.

Menurut pembicara, Naskah Jawa adalah produk intelektual bahwasanya naskah jawa tersebut mencerminkan intelektualitas Jawa dalam menulis, seni maupun praktik yang berupa artefak buku sebagai sarana penghayatan maupun nilai-nilai hidup. Adapun contoh Naskah Jawa seperti Bharatayudha (1814), Serat Babad Mangkunegaran (1800), Serat Babad Pakubuwana (c. 1814), Serat Babad Pakunegara, Serat Rama Keling (1814), dan sebagainya.

Ada Pula kertas khas Indonesia yakni Daluang yang berupa lembaran tipis terbuat dari kulit pohon daluang atau mulberry. Namun Daluang sendiri bukanlah termasuk kedalam jenis kertas tetapi dapat digunakan sebagai media menulis. Karena daluang memiliki serat yang paling kuat diantara serat lainnya, maka daluang dikenal sebagai media penulisan naskah kuno. 

Sesi selanjutnya dipaparkan oleh Ibu Rizki Nurislaminingsih, M.A. seorang dosen Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran dan Bapak Totok Yasmiran S.S. seorang Filolog dan Konsultan Pawukon dari Museum Radya Pustaka. Serta dibantu oleh Ibu Weny Dani sebagai penerjemah/ interpretator. Materi yang disampaikan dalam sesi kedua ini adalah Serat Sana Sunu yang merupakan kitab karangan almarhum R. Ng. Yasadipura II, pujangga Istana Surakarta Hadiningrat pada tahun 1819. 

Serat Sana Sunu mengandung pengajaran maupun nasehat bagi anak (remaja) yang bersifat religius. Serat Sana Sunu terdiri dari 12 bab dimana orang hidup harus ingat:

  1. Bahwa ia dijadikan manusia oleh Tuhan
  2. Bahwa ia dikaruniai makan serta pakaian,
  3. Bahwa cara memperoleh penghasilan itu harus dengan tenaganya sendiri,
  4. Bahwa karena titah Tuhanlah maka orang harus Islam, menurut Nabi Muhammad saw.,
  5. Hal pakaian dan kegemaran,
  6. Hal caranya orang berteman, berkawan dsb,
  7. Hal makan, tidur, berjalan, bepergian,
  8. Hal menghormati tamu,
  9. Hal mengeluarkan tutur kata dan pikiran,
  10. Hal menjadi orang besar ataupun orang kecil,
  11. Hal turunnya derajat dan berubahnya wahyu, sebabnya,
  12. harus mengetahui gerak-gerik dunia.

Serat ini disajikan dalam bentuk tembang jawa berupa Macapat yaitu Dhandhanggula, Megatruh, dan Sinom. Dalam tembang Dhandhanggula Serat Sana Sunu mengandung tata cara berbicara yang mencakup tujuh larangan dan perintah yakni takabur, kasar, bergunjing, bohong, menjelekkan orang lain, berkata sia-sia dan bergurau. Sedangkan tembang Megatruh berasal dari kata Megat berarti berpisah dan Ruh berarti Roh sehingga memiliki arti berpisahnya jiwa dan raga. Nilai moral dalam Serat Sana Sunu Megatruh membahas mengenai hubungan manusia dengan diri sendiri. Tembang Sinom yang dibahas terkait dengan manusia dilarang tidur saat sore hari ketika waktu ashar serta tembang ini mengajarkan tentang posisi tidur yang baik menurut ajaran Islam. 

Peserta diajak menirukan nada dan suara Bapak Totok Yasmiran untuk menyanyikan tembang jawa. meskipun sulit untuk menirukannya, peserta nampak antusias dan menikmati tembang tersebut. Penjelasan sekilas tentang tembang Dhandanggulo, Megatruh, dan Sinom menjadi penutup kegiatan Summer Course Program hari kedua.