Semarang, 24 September 2025 – Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi, bersama organisasi HMPS IPI menyelenggarakan kuliah umum bertajuk “Evidence-based Medicine Searching Skills” dengan menghadirkan narasumber Dr. Ranita Hisham Shunmugam, Senior Lecturer dari Department of Library and Information Science, Faculty of Arts and Social Sciences, Universiti Malaya, Malaysia.

Dr. Ranita merupakan akademisi dengan fokus penelitian pada literasi informasi, keterampilan penelusuran ilmiah, serta penerapan evidence- based practice (EBP) di bidang kesehatan. Beliau aktif menulis publikasi ilmiah, berkolaborasi dalam proyek penelitian, dan terlibat dalam pengembangan keterampilan pustakawan medis di tingkat internasional

Dalam pemaparannya, Dr. Ranita menekankan pentingnya Evidence-based Medicine (EBM) sebagai pendekatan untuk:

1. Meningkatkan hasil perawatan pasien.

2. Menjembatani penelitian dengan praktik klinis.

3. Mendukung pengambilan keputusan medis.

4. Mengoptimalkan sumber daya informasi.

5. Membangun kepercayaan pasien terhadap layanan kesehatan.

Beliau menjelaskan 5 langkah utama EBP:

– Ask: Merumuskan pertanyaan klinis yang dapat dijawab.

– Acquire: Menelusuri bukti ilmiah terbaik.

– Appraise: Mengevaluasi kualitas bukti.

– Apply: Mengintegrasikan hasil dengan praktik klinis.

– Assess: Mengevaluasi kinerja dan hasil penerapan

Lebih lanjut, Dr. Ranita menguraikan peran penting pustakawan medis dalam proses EBM. Pustakawan berperan membantu dokter yang sering kekurangan waktu dan keahlian dalam merumuskan pertanyaan klinis, menyusun strategi pencarian dengan controlled vocabularies seperti MeSH, serta mendukung proses telaah kritis literatur.

Selain itu, peserta juga diperkenalkan pada metode Systematic Review (SR), termasuk perbedaan mendasar dengan literature review, tahapan dalam SR, penggunaan kerangka pertanyaan seperti PICO, SPICE, dan ECLIPSE, serta pentingnya pemanfaatan basis data bereputasi seperti PubMed, Cochrane Library, hingga ProQuest.

Sesi ditutup dengan take home message bahwa keterampilan pencarian berbasis bukti tidak bisa instan, melainkan harus terus dilatih dan disempurnakan (refine and refine!)

Dalam sesi tanya jawab, sejumlah peserta yang antusias mengajukan pertanyaan kepada Dr. Ranita Hisham Shunmugam terkait materi yang telah dipaparkan. Salah satunya, Kak Indah yang menanyakan “Apa tantangan terbesar dalam melatih keterampilan evidance-based medicine searching skills?”. Menanggapi hal tersebut, Dr. Ranita Hisham Shunmugam Oke, dari kita sebagai pengajar dalam topik evidence-based medicine ini, untuk mahasiswa, kadang-kadang kita hanya mengajar dan mereka hanya mendengar. Tapi setelah kelas selesai, ya sudah, mereka tidak mempraktikkannya lagi. Contohnya, dulu saya pernah mengajar di semester satu, ada mata kuliah literacy. Kita ajarkan mereka di semester awal, tapi ketika mereka sudah sampai semester enam, dosen dari fakultas kedokteran menanyakan tentang cara search yang sebenarnya, mereka tidak tahu. Seolah-olah pelajaran di semester satu itu tidak pernah mereka dapatkan. Hal ini biasa terjadi karena mereka tidak mempraktikkannya. Jadi, tantangan terbesar menurut saya adalah karena mereka tidak langsung mempraktikkan ilmu tersebut. Apalagi mahasiswa kedokteran jadwalnya sangat padat. Mereka tidak benar-benar dituntut untuk melakukan pencarian serius dan sebagainya. Itulah sebabnya hal ini terasa cukup menantang bagi mereka. Tapi setidaknya saya senang karena kita sudah berhasil membuka mata mereka dan memberikan kesadaran bahwa hal-hal seperti ini penting untuk mereka kuasai. Kurang lebih begitu.

Penulis: Aris Dwi Novianto

Bagikan: