Semarang, 24 September 2025 – Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro menggelar kuliah umum bertajuk “Digital Activism in Social Media: Youth, Networked Citizenship, and the New Empowerment in Indonesia and Malaysia”. Acara ini menghadirkan Dr. Ali Fauzi dari Universiti Malaya dan diikuti dengan antusias oleh mahasiswa ilmu perpustakaan dan informasi semester 3 dan 5.

Dalam penyampaian materinya, Dr. Ali Fauzi menyoroti fenomena generasi muda Asia Tenggara yang hidup dalam era deep digital immersion, dengan penetrasi internet di Malaysia mencapai 97,4% dan di Indonesia 93,5% remaja aktif di media sosial. Rata-rata penggunaan internet delapan jam per hari menunjukkan adanya pergeseran besar dalam cara anak muda berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi, hingga politik. Menurutnya, kondisi ini membuka ruang baru bagi ekspresi, peluang ekonomi, dan partisipasi sipil, namun sekaligus menghadirkan risiko berupa disinformasi, ketimpangan akses, hingga ancaman kesehatan mental.

A screenshot of a computer AI-generated content may be incorrect.

Dr. Ali menegaskan bahwa generasi muda memang fasih menggunakan gawai, tetapi belum tentu memiliki keterampilan kritis dalam mengevaluasi informasi. Ia mencontohkan fenomena digital hustle yang menunjukkan bagaimana anak muda mampu menciptakan peluang kerja sendiri melalui media sosial, e-commerce, hingga content creation. Namun, ancaman berupa cyberbullying, komunikasi berlebih, dan kesenjangan digital masih menjadi tantangan nyata yang perlu diatasi bersama.

A screenshot of a computer AI-generated content may be incorrect.

Kuliah umum ini juga menyoroti bagaimana ruang digital tidak hanya menjadi arena hiburan, tetapi juga wadah pembentukan kesadaran kritis generasi muda. Media sosial, forum daring, hingga ekosistem digital lainnya memungkinkan mahasiswa dan kaum muda untuk mengasah kepedulian sosial, memperluas jejaring lintas negara, serta membangun wacana alternatif di luar kanal-kanal arus utama. Dr. Ali menekankan bahwa keterampilan literasi digital yang kuat akan menjadi bekal penting bagi mereka untuk tidak sekadar menjadi pengguna pasif, melainkan aktor yang mampu memanfaatkan teknologi bagi perubahan sosial yang lebih inklusif dan berkeadilan.

A screenshot of a video conference AI-generated content may be incorrect.

Di tengah perkembangan tersebut, Dr. Ali menekankan pentingnya mengubah konektivitas menjadi kapabilitas. Pendidikan literasi digital kritis perlu diintegrasikan dalam kurikulum lintas fakultas, universitas harus menjadi ruang inovasi sosial berbasis teknologi, sementara negara perlu melindungi hak-hak digital warga. Ia menutup kuliah dengan pesan bahwa pemuda bukanlah korban pasif, melainkan agen perubahan paling kuat dalam masyarakat. Namun, pemberdayaan mereka masih rapuh dan terus diperebutkan, sehingga diperlukan dukungan ekosistem yang kokoh agar generasi digital dapat menjadi arsitek masa depan bersama.

A screenshot of a video chat AI-generated content may be incorrect.

Acara berjalan lancar dan diakhiri dengan sesi tanya jawab yang hangat, memperlihatkan antusiasme peserta dalam menggali lebih jauh isu-isu seputar literasi digital, kewargaan, dan demokrasi di era digital.

Bagikan: