Memasuki hari ke-6 acara Summer Course 2022 yang diselenggarakan secara online oleh Program Studi Ilmu Perpustakaan FIB Undip semakin bertambah keseruannya. Pada hari keenam ini acara kembali dimoderatori oleh salah satu dosen Ilmu Perpustakaan FIB Undip yaitu Nur’aini Perdani SP, M.A. Acara diawali dengan pemutaran video cerita rakyat berjudul “Legenda Baru Klinting”.

Hari ke-6 pada acara Summer Course dihadiri oleh 3 pembicara yakni oleh Kusnandar, S.Sos., M.Si., Ph.D. Candidate Leiden University, dan Rizki Nurislaminingsih, M.A., selaku dosen Ilmu Perpustakaan Universitas Padjadjaran (Unpad) Sumedang dan Totok Yasmiran, S.S., dari Museum Radya Pustaka Kota Surakarta Jawa Tengah.

Sesi pertama acara ini dipimpin oleh Kusnandar, S.Sos., M.Si. atau yang biasa dipanggil dengan akrab, Mang Kus. Beliau membawakan materi tentang Cultural Documentation: Javanese Folklore.

Materi diawali dengan penjelasan tentang cerita rakyat. Beliau mengutip beberapa sumber yang menjelaskan bahwa cerita rakyat merupakan kisah-kisah budaya tradisional, adat istiadat, kebiasaan/bentuk ekspresi yang dilestarikan masyarakat atau bangsa tertentu yang disajikan dalam bentuk seni tradisional seperti ucapan/sejarah lisan, tarian, musik dan lain sebagainya.

Beliau juga menjelaskan beberapa aktivitas yang dilakukan dalam mendokumentasikan cerita rakyat. Diantaranya yaitu:

  1. Inventorying: yang dapat dilakukan melalui wawancara dan studi dokumen/literatur;
  1. Recording: dapat dilakukan melalui rekaman audio, rekaman video;
  2. Disseminating: dapat dilakukan melalui penerbitan dan penyelenggaraan acara seperti seminar, serta Jaringan Informasi: untuk memperluas aksesibilitas cerita rakyat yang terdokumentasi bagi masyarakat

Sesi ke-2 dilanjut dengan materi dengan tema “A Value of Javanese Folklore” yang dibawakan oleh Totok Yasmiran, S.S., Rizki Nurislaminingsih, M.A. Lydia Christiani, M.Hum. Cerita rakyat jawa yang dibahas pada sesi ini berjudul ‘Legenda Baru Klinting’. Legenda Baruklinting merupakan cerita rakyat yang berasal Jawa Tengah tepatnya di Banyubiru, Kabupaten Semarang.

Legenda ini menceritakan tentang seekor anak naga bernama Baru Klinting yang mencari ayahnya seorang Petapa. Setelah bertemu Sang Petapa digunung Telomoyo, Baru Klinting tidak mendapat pengakuan bahwa dia adalah putranya. Untuk mendapatkan pengakuannya, Baru klinting mendapatkan syarat yaitu melingkari gunung Telomoyo dan bertapa. Ditengah-tengah pertapaannya, ada seorang warga yang tidak sengaja melihat sebagian tubuh Baru Klinting dan memotongnya untuk dijadikan lauk daging pada acara pesta rakyat. Saat pesta rakyat berlangsung, datang seorang anak lusuh yang menghampiri warga untuk meminta makanan, tetapi warga memberikan respon yang arogan dan sombong. Anak lusuh yang diketahui adalah Baru Kelinting itu pun marah dan menancapkan ranting ke tanah. Saat ranting kembali dicabut, tanah mengeluarkan air yang sangat deras yang akhirnya mengakibatkan desa tersebut tenggelam dan hanya menyisakan nenek tua yang memberi makan Baru Klinting. Desa yang tenggelam tersebut dikenal dengan ‘Rawa Pening’.

Acara diakhiri dengan pembicara yang menarik pesan moral yang dapat diambil dari cerita rakyat Baru Klinting bahwa sifat angkuh, sombong dan tidak menghargai orang lain adalah sifat yang tidak terpuji. Dan setiap kejahatan akan menuai musibah. Sedangkan kebaikan akan mendapatkan kebaikan pula.